Perang Besar Di Kota Raja Cirebon

 

Artikel  Suararadarcakrabuana.com – Dengan suah payah, Pangeran Karangkendal berhasil menyelamatkan Dipati Kuningan, ia membawa Dipati Kuningan yang terluka melesat menghindari kerumunan tentara Pajajaran dengan kudanya.

” Mundur-muduuuuuuur……..!!!” begitu kata-kata terakhir yang diucapkan Pangeran Karangkendal kepada para Prajurit Cirebon.

Dari jarak yang tidak agak juh, Arya Kiban tertawa terbahak-bahak melihat Pasukan Cirebon lari tunggang-langgang. Ia kemudian berkata pada para bawahannya ” Tak usah di kejar, biarkan para pengecut-pengecut itu melapor kepada majikannya, kita fokus ke rencana kita, yaitu menyerbu Kota Raja Cirebon…!!”

Kemenangan Pajajaran pada pertempuran di Palimanan membuat seluruh bala tentara pajajaran senang bukan main, mereka tertawa terbahak-bahak dengan puas.

Beberapa hari kemudian, Bersama para Panglima kerajaan bawahan Pajajaran lain, Arya Kiban menuju Cirebon untuk menaklukannya, serangan awal yang direncanakan Arya Kiban adalah dengan menyerang pusat pemerintahan Cirebon kedua selain Istana Pakungwati, yaitu menyerang Gunung Jati.

Dengan pasukan yang besar, Arya Kiban menyerbu Gunung Jati, akan tetapi dalam serbuan di Gunung Jati itu, tentara Cirebon tidak meladeninya, Tentara Cirebon diperintahkan oleh Sunan Gunung Jati untuk mundur ke Kota Raja menghindari pasukan Pajajaran pimpinan Arya Kiban dan sekutunya.

Merasa pasukan Cirebon lari kocar-kacir menghadapi pasukannya Arya Kiban menjadi bertambah-tambah yakin, jika Cirebon sebentar lagi akan sanggup ia taklukan. Arya Kiban beserta sekutunya kemudian menuju pusat kerajaan Cirebon untuk segera menaklukannya.

Barulah, ketika Arya Kiban bersama pasukannya masuk ke dalam wilayah kota raja, perang yang sesunguhnya terjadi, perang penentuan kalah dan menang. Jika Cirebon kalah maka sudah tentu Kesultanan Cirebon dapat dibubarkan, akan tetapi sebaliknya jika Cirebon yang menang maka Rajagaluh, Talaga dan negeri-negeri bawahan Pajajaran timur lainnya akan menjadi taklukannya.

Ketika kedua belah pasukan berhadap-hadapan, dan sebelum Gong tanda bermulanya perang dimulai, Pasukan Cirebon mengatur formasi perang. Formasi perang yang digunakan tentara Cirebon adalah formasi Burung Bayan.

Dalam formasi itu, Arya Pandalegan ditempatkan pada bagian paruh, Gedeng Kiring ditempatkan pada bagain kepala, sementara bagain sayap kanan dan kiri ditempati oleh Patih Lembu Sasrah dan Tuan Bhumi, Pangeran Kejaksan sebagai badannya, adapun bagain ekornya ditempati oleh Arya Tandhumuni.

Mengamati pasukan Cirebon yang telah menggunakan formasi Burung Bayan, Arya Kiban rupanya memerintahkan pasukannya untuk menggunakan formasi perang yang sama.

Shangyang Gempol ditempatkan dibagain paruh, Shangyang Igel sebagai Kepalnya, Dalem Rajapaloh sebagai sayap kanan, Sunan Talaga sebagai sayap kiri, Arya Kiban sebagai badannya, sementara Dalem Cianom sebagai ekornya.

Pada saat Gong tanda perang dibunyikan, kedua belah pihak pasukan kemudan saling maju kemedan perang, akan tetapi baru saja perang itu dimulai, tiba-tiba pasukan Cirebon merubah formasi perangnya.

Formasi perang Burung Bayan yang sudah diterapkan dibalik posisinya. Yang didepan menjadi ekor, sementara yang dahulunya menjadi ekor berubah menjadi kepalanya.

Perubahan formasi perang pasukan Cirebon secara mendadak itu membuat bingung pasukan Pajajaran, Arya Kiban terkadang salah perintah dan cenderung gegabah karena kebingungan, sehingga perang yang berkecamuk dengan dahsyat itu membawa pasukan Pajajaran dalam keterpurukan.

Pada saat pasukan Pajajaran sedang terdesak, pasukan Cirebon mendapatkan tenaga baru, bantuan datang dari pasukan pimpinan Arya Kuningan dan Pangeran Karangkendal yang baru saja sampai ke Cirebon selepas kekalahan mereka pada perang di Palimanan, perang pun kemudian meletus kembali dengan bertambah-tambah dahsyat.

Dalam perang yang menentukan itu, akhirnya pasukan Pajajaran Pimpinan Arya Kiban itu dapat dikalahkan, Dalem Sindangkasih, Sunan Talaga, Dalem Cianom dan Dalem Sara karsa dalam peristiwa ini dikisahkan terbunuh, adapun Shangyang Gempol dan Arya Gumirincing tertangkap dan menyerahkan diri, sementara Shangyang Igel berhasil melarikan diri bersama pasukannya, meskipun ia sendiri terluka parah karena sabetan pedang. Adapun Arya Kiban rupanya dapat lolos menyelamatkan diri.

 

 

Penulis Redaksi : Rakhnat Sugianto. SH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *