Alasan Soeharto Tidak Di Culik Pasukan Cakrabirawa G.30.S.PKI

Artikel. suararadarcakrabuana.com – Peristiwa pilu G30S PKI hingga kini masih menyisakan misteri, pasalnya hingga kini masih muncul hal-hal yang menjadi pertanyaan banyak orang dari tragedi G30S itu sendiri. Selama bertahun-tahun negara menekankan peristiwa itu adalah kudeta atau pemberontakan partai komunis Indonesia . Dalam peristiwa itu 6 jenderal dan satu perwira pertama TNI menjadi korban meninggal dunia, bahkan Ade Irma Suryanti Putri jenderal TNI A.H Nasution juga menjadi korban.

Namun beberapa orang bertanya-tanya, kenapa Soeharto bisa lolos dari pembantaian PKI. Setelah peristiwa berdarah itu tak lama memang Soeharto akhirnya menjadi presiden Indonesia. Seperti yang diketahui saat peristiwa berdarah itu Soeharto merupakan satu diantara jenderal yang lolos dari penculikan dan pembunuhan dalam peristiwa G30S PKI. Soeharto lolos dari penculikan dan pembunuhan yang dilakukan pasukan cakrabirawa dalam tragedi G30S PKI.

Lolosnya Soeharto menimbulkan berbagai teori tentang dalam peristiwa tersebut hingga timbul prasangka yang menduga bahwa Soeharto ikut bagian dalam peristiwa G30S PKI dan pembantaian ratusan ribu orang yang menyusulnya. Mengapa Soeharto tidak ikut diculik dan dibunuh oleh PKI seperti jenderal-jenderal lainnya. Salah satu saksi sejarah peristiwa G30S PKI Blasius Bapa mengatakan penyebab Soeharto tidak termasuk dalam daftar penculikan dewan jenderal sebenarnya, karena Soeharto tak dianggap sebagai ancaman bagi PKI.

Blasius mengatakan meski saat itu berpangkat jenderal, namun kala itu Soeharto hanya menduduki jabatan sebagai Pangkostrad. Soeharto juga dinilai PKI berbeda dengan dewan jenderal yang identik dengan anggapan sebagai jenderal elit, perbedaan mencolok Soeharto dengan jenderal lainnya termasuk perihal latar belakang pendidikan. Para jenderal korban G30S PKI, hampir semuanya merupakan lulusan pendidikan luar negeri di Amerika Serikat.

Sementara Soeharto hanyalah belajar biasa, background pendidikan di Amerika Serikat juga menjadi faktor lain Dewan jenderal mendapat sentimen negatif oleh PKI. Faktor lain seluruh Dewan jenderal juga merupakan orang-orang terdekat dan kepercayaan Soekarno. Sementara kala itu Soeharto hanyalah seorang panglima pasukan militer, Blasius juga menilai kedekatan letkol Untung sebagai pentolan cakrabirawa dengan Soeharto tak bisa diabaikan begitu saja.

Soeharto dan letkol untuk memiliki kedekatan Soeharto menggantikan Gatot Subroto menjadi panglima divisi Diponegoro. Untung kala itu juga ditugaskan ke divisi Diponegoro Semarang. Setelahnya hubungan Soeharto dengan untung terjalin lagi, Soeharto menjabat panglima Kostrad dan mengepalai operasi pembebasan irian Barat pada 14 Agustus 1962. Untung kala itu terlibat dalam operasi yang diberi nama operasi Mandala, Untung adalah anggota batalyon 454 Kodam Diponegoro yang lebih dikenal dengan banteng raider.

kemudian sebelum peristiwa G30S PKI meletus Untung masuk menjadi anggota cakrabirawa pada pertengahan 1964 2 kompi banteng raider, saat itu dipilih menjadi anggota cakrabirawa jabatannya sudah letnan kolonel saat itu. anggota cakrabirawa dipilih melalui seleksi ketat. Pangkostrad yang kala itu dijabat Soeharto yang merekomendasikan batalyon mana saja yang diambil menjadi cakrabirawa.

Sementara versi lain menyebutkan bahwa lolosnya Soeharto dari target penculikan, karena ia dinilai sebagai loyalis Soekarno. Setelah itu presiden Soekarno dan PKI condong untuk Uni Soviet dan anti barat, sedangkan Dewan jenderal diyakini sejalan dengan Amerika Serikat yang ingin menyingkirkan Soekarno. Dari keyakinan ini para perwira militer yang loyal pada Soekarno bergerak secara diam-diam untuk mencegah kudeta, diantaranya kolonel Abdul Latif Jaya, letkol Untung komandan batalyon pasukan pengawal presiden cakrabirawa dan mayor Sujono komandan resimen pasukan pertahanan pangkalan di Halim.

Mereka mendapat dukungan Syam kamaruzaman Kepala biro khusus PKI yang merupakan badan intelijen PKI. Menurut cerita yang beredar daftar jenderal yang menjadi sasaran disusun oleh Syam bersama para perwira militer penculikan. Tak ada nya nama soeharto di daftar penculikan, karena mereka menilai Soeharto adalah loyalis Soekarno dan merasa berada di pihak yang sama. Latif juga melapor ke mayjen Soeharto yang kala itu menjabat sebagai panglima komando strategis angkatan darat.

Langkah mengejutkan ini dilakukan Latif setelah laporannya tak ditanggapi oleh Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusuma dan Pangdam Brawijaya mayjen jenderal Basoeki Rachmat. Latif menyebut sudah beberapa kali mewanti-wanti adanya upaya kudeta oleh dewan jenderal. Menurut Latif Soeharto ketika itu hanya bergeming mendengar informasi itu,bahkan Di malam 30 September 1965. Soeharto memilih mengabaikan Latif yang menyampaikan rencananya menggagalkan kudeta. Soeharto mengakui, ia bertemu dengan Latif menjelang peristiwa G30S.

Namun dirinya memberikan kesaksian yang berganti-ganti, dalam wawancara dengan Der Spiegel 19 Juni 1970. Soeharto mengaku ditemui di RSPAD Gatot Subroto oleh Latif pada malam 30 September 1965 . Soeharto saat itu tengah menjaga anak musuhnya Sutomo Mandala putra alias Tomi Soeharto yang dirawat karena luka bakar akibat ketumpahan Sop panas. Namun katanya Latif tidak memberi informasi apa-apa, justru akan membunuhnya saat itu juga. Namun dalam otobiografinya Soeharto pikiran, ucapan dan tindakan saya pada tahun 1988, Soeharto mengaku hanya melihat Latif dari kejauhan dan tak sempat berinteraksi.

” Kalau dia tidak ikut diculik banyak penafsiran seolah – olah, karena Untung ini bekas anak buahnya di Penogoro dulu. Dia juga pernah di bina oleh pihak  Syam kamaruzaman. Tetapi itu hanya penafsiran – penafsiran dan saya tidak bisa memberikan komentar apa yang telah terjadi.” Ungkap Blasius bapa salah satu saksi G 30 S PKI.

 

Artikel diambil dari sejarah G 30S. PKI

Redaksi Rakhmat Sugianto.SH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *