Asal Usul Semar

Semar sebuah nama yang tidak asing bagi kita khususnya bagi orang Jawa bagaimana tidak Dia adalah seorang punakawan di pewayangan Jawa. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus nasehat para ksatria dalam cerita Mahabharata dan Ramayana, meski demikian nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua cerita tersebut yang berbahasa Sansekerta. Karena tokoh ini merupakan ciptaan asli pujangga Jawa,.

Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagat raya, tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, sebagai tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya. Semar selalu tersenyum tetapi bermata sembab penggambaran, ini sebagai simbol suka dan duka, wajahnya tua tetapi punya potongan rambut kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda ,ia berkelamin laki-laki tapi memiliki payudara seperti halnya perempuan sebagai simbol pria dan wanita. ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat biasa, hal ini sebagai simbol atasan maupun bawahan

Ada beberapa versi tentang kelahiran. Semar tapi semuanya menyebut Semar adalah perwujudan dari seorang dewa. Dalam naskah Purwakanda dikisahkan, Sanghyang tunggal memiliki empat orang putra bernama Batara Puguh , Batara Punggung, Batara Manah dan Batara Samba.

Suatu hari terdengar kabar bahwa tahta khayangan akan diwariskan kepada Batara Smba, hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Batara Samba diculik dan disiksa hendak dibunuh, namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka, Sanghyang Tunggal  pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk rupa.

Batara Puguh berganti nama menjadi Togog Tejomantri sedangkan batara punggung menjadi Semar, keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan baterai Samba, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Batara Manan mendapat pengampunan, karena dirinya hanya ikut-ikutan. Batara Manan kemudian bergelar Batara Narada atau Resi Kanekaputra dan diangkat sebagai penasehat Batara Guru

Dalam naskah Pramayoga dikisahkan, Sanghyang tunggal adalah anak dari sang hyang Wenang , Saghyang tunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti seorang putri raja jin bernama Sanghyang Yuyut.  Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang laki-lak,i keduanya masing-masing diberi nama dataran Ismaya untuk yang berkulit hitam dan Batara manikmyia untuk yang berkulit putih.

Sanghyang Ismaya yang merasa rendah diri sehingga membuat sang hyang tunggal merasa kurang berkenan, Tahta khayangan pun diwariskan kepada Batara manikmalaya, yang kemudian hari bergelar Batara guru. sementara itu Batara Ismaya hanya diberikan kedudukan sebagai penguasa alam Sunyruri  atau tempat tinggal golongan makhluk halus.

putra sulung Batara Ismaya bernama Batara  wungkuhan memiliki anak berbadan bulat bernama janggan Samaransanta atau dipanggil Semar   ia menjadi pengasuh keturunan bantaran guru yang bernama Resi Manumanasa dan berlanjut sampai ke nak cucunya. Dalam keadaan yang istimewa, Batara Ismaya dapat merasuki Janggan Samarasnta sehingga Janggan Samarasnta menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Batara Ismaya

Dalam naskah serat kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama sanhyang Batara Nurasa memiliki dua orang putra yang bernama Sanghyang Batara tunggal dan Sanghyang Batara Wenang. karena sang hyang Batara tunggal berwarna jelek, maka tahta khayangan pun diwariskan kepada Sanghyang  Batar Wenang. Dari Sang Hyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama Batara guru. Sanghyang Batara tunggal pun kemudian menjadi pengasuh para ksatria keturunan badar guru, dengan nama Semar.

Dalam naskah Purwacarita dikisahkan, Sanghyang tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati Putri Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahirlah sebutir telur Sanghyang tunggal dengan perasaan kesal membanting telur. Sang Hyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting  telur tadi, tapi telur tadi itu tidak pecah melainkan melesat terbang hingga ke tempat sang hyang wenang ( ayah dari Sanghyang Batara tunggal)  oleh sang hyang menang telur tadi di puja dan dimandikan dengan air kehidupan.

Sehingga pecah menjadi tiga bagian yaitu cangkang putih dan kuning telur ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki.  yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Batara Ismaya sedangkan yang berasal dari kuning telur diberi nama Batara Manikmaya. pada suatu hari Batara Antaga dan Batara Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris tahta khayangan.

Keduanya pun akhirnya mengadakan perlombaan menelan gunung dan mengeluarkannya kembali. Batara antaga yang melakukannya terlebih dahulu dia berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telat namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Bataara Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. setelah melewati beberapa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Batara Ismaya, tetapi gunung tadi tidak berhasil ia keluarkan.

Akibatnya sejak saat itu upacara Ismail pun bertubuh bulat sanghyang tunggal pun mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya, Mereka pun dihukum menjadi manusia biasa dan harus turun ke dunia; Batara manik Maya yang kemudian diangkat sebagai raja khayangan bergelar Batara guru. Batara antaga dan Batara Ismaya turun ke dunia Batara Antaga memakai nama Togog Tejomantri yang mempunyai teman Bilung sarawita yang ditugaskan kan untuk mengembang bangsa raksasa. Sedangkan Batara Ismaya berubah nama menjadi Semar ditugaskan untuk mengasuh dan mengembang para ksatria.

Dalam pewayangan dikisahkan upacara Ismaya sewaktu masih di kahyangan sempat dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi senggani dari perkawinan itulah 10 orang anak

1. Batara wungkuhan

2. Batara Surya

3. Batara Patuk

4. Batara Candra temboro

5.Batara siwah

6. Batara kuwira

7. Batara yang Adipati

8. Batara Kamajaya

9. Batara mahyanti

10. Batari dharma Nastiti

Semar sebagai penjelmaan upacara Ismaya mengabdi untuk pertama kali kepada Resi Manumanasa leluhur para Pandawa di partapaan Sapta Arga. Pada suatu hari Semar atau janggan Semarasanta diserang dua ekor harimau berwarna merah dan putih.Manumanasa memanah Keduanya sehingga berubah ke wujud asli yaitu sepasang bidadari bernama Kanastri dan Kani Raras.

Berkat pertolongan manumanas kedua bidadari tersebut telah terbebas dari kutukan yang mereka jalan dan Kanistri kemudian menjadi istri Semar dan biasa dipanggil dengan sebutan Kanastren. Sementara itu, Kaniraras menjadi istri manumanasa dan namanya diganti menjadi Ratnawati, karena kakak perempuan manumanasa juga bernama Kaniraras.

Nama Semar pertama kali ditemukan pada karya sastra pada zaman Majapahit sekitar abad ke-15 yang berjudul sudamala kisah ini juga dipahat pada candi Sukuh. Namun pada kenyataannya ada karya sastra yang lebih tua yang membahas nama semua yaitu gatotkacasraya, yang ditulis pada tahun 1188 oleh Empu Panuluh. Dalam satra itu ditemunkan nama Jurudyah Prasnta punta, yang merupakan salah satu dasa nama dari semar. Hal ini sudah menunjukkan bahwa nama Semar sudah ada sejak abad ke-11 dan merupakan karya asli pujangga Jawa, dimana Dia hadir bersama nasehat-nasihat dan sangat dihormati oleh para Pandawa.

Asal usul Tikoh semar Juga dapat dilacak dengan mengamati beberapa relief pada bangunan candi. berdasarkan pengamatan dapat dilihat bahwa terdapat relief tokoh abdi atau Punakawan yang mengikuti tuannya dalam bangunan candi Jago dan candi tegowangi. Candi dijago dibangun pada masa pemerintahan Kertanegara raja dari kerajaan Singosari, pembangunan candi diperkirakan berlangsung selama kurang lebih 12 tahun (1268 M-1280M). Candi jago dibangun sebagai pendarmaan bagi wisnuwardhana yang merupakan ayah dari Kertanegara.

Relief yang terpahal dalam dinding bangunan candi Jago adalah cerita Tantri Kamandaka, kunjarakarna ,Angling dharma, Parthayajna dan Arjuna Wiwaha. Adapun relief punakawan terdapat pada bagian cerita Parthayajna atau Pandawa Dadu di dalam relief tersebut tergambar 4 sosok abdi di bawah yang diantaranya memiliki badan pendek dan gemuk. Sayangnya tidak ada sumber yang menjelaskan secara pasti tentang deskripsi kedua tokoh tersebut. Namun demikian apabila relief tersebut diperhatikan secara seksama dapat ditafsirkan bahwa keempat abdi tersebut adalah Punakawan Pandawa.

Tafsir ini berdasarkan atas bentuk salah satu Punakawan yang memiliki hidung panjang yaitu tokoh Petruk. Artinya dapat dipastikan ketiga tokoh lainnya adalah Semar ,Gareng dan Bagong. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa tokoh Semar sudah ada pada sekitar abad ke-XIII, adapun Candi Tegwangi dibangun pada akhir abad ke-XIV atas perintah raja Hayam Wuruk adanya, relief tentang sudamala mengindikasikan bahwa tujuan dari dibangunnya candi tersebut adalah untuk upacara ruwatan.

Di dalam relief Sudamala tergambar dua tokoh yang tampaknya adalah seorang abdi salah satunya memiliki badan gemuk dan pendek seperti halnya bentuk toko Semar. Apabila merujuk pada isi kitab Sudamala yang menuliskan bahwa di dalamnya terdapat tokoh Semar, maka dapat ditafsirkan bahwa relief abdi tersebut salah satunya menggambarkan tokoh Semar. Dengan demikian, tokoh Semar hadir pada sekitar abad ke- XIV pada masa raja Hayam Wuruk.

Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang. Pada zaman berikutnya ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar kisah Mahabharata yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya misalnya adalah sunan Kalijaga.

Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada kisah dalam Sudamala. Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekedar rakyat biasa, melainkan penjelmaan Batara Ismaya, kakak nomor 2 dari Batara guru yaitu raja para dewa.

Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, tetapi kelurahannya sejajar dengan perahu Kristen dalam kisah Mahabharata. jika dalam perang Bratayuda menurut versi aslinya, penasehat pihak Pandawa hanya Kresna, maka dalam pewayangan Jawa, jumlahnya ditambah menjadi dua dan yang satunya adalah Semar.  Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama kisah Mahabharata.

Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri Rajawijaya ataupun Sugriwa. Seolah – olah Semar muncul dalam seiap pementasan, tidak perduli apapun judulnya yang penting Semar dikisahkan. Dalam pewayangan Semar bertindak sebagai pengasuh golongan Ksatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semara selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog.

Hal ini merupakan simbol belakang Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi apabila para pemerintah yang disimbolkan sebagai kaum ksatria asuhan Semar, mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan. Maka dapat dipastikan negara tersebut pasti menjadi negara makmur sentosa Dan unggul dari negara lain.

Artikel ini diambil dari sejarah pewayangan

Redaksi ; Rakhmat Sugianto.SH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *