Candi Ngetos Jejak Terakhir Hayam Wuruk Kejayaan Majapahit

 

Artikel.Suararradarcakrabuana.com – Candi Ngetos adalah peninggalan sejarah penting dari zaman Majapahit yang terletak di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Dibangun pada abad ke-15, candi ini diduga menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi abu Raja Hayam Wuruk, salah satu penguasa terbesar Majapahit. Meski kini sebagian besar bangunannya telah rusak, Candi Ngetos tetap menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu.

Candi Ngetos berdiri di tepi jalan aspal yang menghubungkan Kuncir dan Ngetos, sekitar 17 kilometer di selatan Kota Nganjuk. Menurut para ahli arkeologi, bentuk dan gaya arsitekturnya menunjukkan bahwa candi ini dibangun pada abad ke-15, tepatnya pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit.

Candi ini diduga dibuat sebagai makam bagi Raja Hayam Wuruk, seorang raja besar yang menganut kepercayaan Siwa-Wisnu. Dugaan ini diperkuat dengan penemuan arca-arca yang mewakili Dewa Siwa dan Dewa Wisnu di sekitar candi.

Bangunan utama Candi Ngetos yang tersisa saat ini terbuat dari batu bata merah, yang membuatnya rentan terhadap kerusakan oleh waktu. Meski atapnya kini telah hilang, diperkirakan dahulu terbuat dari kayu.

Bangunan ini memiliki ukuran panjang 9,1 meter, dengan tinggi total sekitar 10 meter. Candi ini menghadap ke barat, dengan sisa tangga yang menunjukkan akses utama berada di sisi tersebut.

Meskipun sebagian besar hiasan dan relief candi telah rusak atau hilang, beberapa detail masih dapat diamati. Candi ini memiliki empat relief utama, namun kini hanya tersisa satu.

Relief yang ada memperlihatkan motif-motif tradisional khas Majapahit, seperti pola belah ketupat dan ornamen berbentuk spiral besar yang menyerupai belalai makara. Bagian atas candi dihiasi dengan motif dedaunan melengkung, yang membungkus tubuh candi.

Di sisi timur, selatan, dan utara candi terdapat relung-relung setinggi dua meter, namun kini dalam keadaan kosong. Di atas relung-relung ini, hiasan kala yang khas menghiasi bagian atas pintu masuk, dengan ukuran yang cukup besar, yaitu sekitar 2×1,8 meter. Hiasan kala ini berfungsi sebagai simbol pelindung dari bahaya, dan motifnya bisa ditemukan di banyak candi Hindu-Budha di Jawa dan Bali.

Pada masa lalu, di dalam Candi Ngetos terdapat beberapa arca, termasuk arca Wisnu dan Siwa, yang melambangkan sinkretisme kepercayaan Hindu Siwa-Wisnu. Salah satu arca Wisnu yang ditemukan di sini sekarang disimpan di Kediri. Meskipun demikian, tidak ada arca yang tersisa di lokasi candi saat ini.

Menurut legenda setempat, candi ini dibangun atas perintah Raja Hayam Wuruk sebagai tempat penyimpanan abu jenazahnya setelah wafat. Sang raja memilih Ngetos sebagai tempat peristirahatannya karena wilayah ini masih bagian dari Majapahit dan menghadap Gunung Wilis.

Diyakini menyerupai Gunung Mahameru, gunung suci dalam kepercayaan Hindu. Pembangunan candi dipercayakan kepada pamannya, Raden Condromowo, yang kemudian dikenal sebagai Raden Ngabei Selopurwoto.

Cerita rakyat juga menyebutkan bahwa di masa lalu, terdapat dua candi di Ngetos yang berdiri bersebelahan dan dikenal sebagai “Candi Tajum”. Namun, salah satu dari candi kembar tersebut kini sudah tidak ada. Para ahli berpendapat bahwa kompleks ini dulunya mungkin lebih luas dan termasuk dalam area pemakaman Raja Hayam Wuruk yang dikenal dengan sebutan Paramasoeklapoera.

Meski sebagian besar Candi Ngetos telah rusak, keberadaan candi ini tetap memancarkan aura sejarah yang kental, mengingatkan kita pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Dihiasi dengan relief dan hiasan kala yang khas.

Candi tersebut menggambarkan perpaduan antara kepercayaan Hindu Siwa dan Wisnu, yang menjadi bagian dari spiritualitas para raja Majapahit. Legenda yang menyelimuti candi ini menambah pesonanya, mengundang kita untuk terus mengenang dan melestarikan warisan berharga dari masa lalu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *