Dibalik Kisah Sejarah Raden Wijaya

 

Artikel Sejarah. suararadarcakrabuana.com – Raja Pertama Pendiri Kerajaan Majapahit. Raden Wijaya dimakamkan di area Siti Inggil (tanah tinggi) Desa Bejijong Trowulan Jawa Timur.

Pada ABAD 15 Majapahit runtuh pada tahun 1478. Ibukota Jawa pindah ke Keling, dan kemudian pindah lagi ke Daha.

pada ABAD 16 Kekuasaan Dinasti Rajasa berakhir setelah Daha ditaklukkan Demak pada tahun 1527.

ABAD 17  Mataram tampil sebagai penguasa Jawa di bawah pimpinan Sultan Agung.

ABAD 18 Para pujangga Dinasti Mataram menyusun naskah Babad Tanah Jawi. Dalam naskah itu disebutkan bahwa raja-raja Mataram adalah keturunan Majapahit. Namun, karena saat itu sejarah Majapahit sudah terkubur, maka dikaranglah cerita baru, bahwa Majapahit didirikan oleh Raden Sesuruh, pangeran dari Pajajaran. Selanjutnya jika dirunut ke atas, Pajajaran adalah keturunan Jenggala.

Jenggala adalah keturunan Pengging. Lalu naik lagi, Pengging adalah keturunan Kediri, sedangkan raja-raja Kediri adalah keturunan Arjuna, tokoh Pandawa. Rupanya para pujangga berniat menyusun cerita bahwa di dalam diri raja-raja Mataram mengalir darah para raja Jawa-Sunda dan orang-orang besar terdahulu, termasuk tokoh Mahabharata pun dipaksa masuk ke dalam silsilah Jawa.

Sekitar tahun 1780 ditemukan Prasasti Kudadu yang menyebut pada tahun 1294 ada raja bernama Nararya Sanggramawijaya yang berjuluk Krtarajasa Jayawardhana. Raja ini juga disebut sebagai “Narasinghamurti – Suta-Atmaja” (putra dari putra Narasinghamurti). Prasasti itu hanya menyebut dia sebagai Raja Jawa, sedangkan nama kerajaan tidak disebut secara spesifik.

Di ABAD 19 Arkeolog Belanda bernama J.L.A. Brandes pada tahun 1896 menerbitkan hasil penelitiannya terhadap naskah Pararaton yang dulu ditemukan oleh lembaga Bataviasch Genotschaap. Ternyata dalam naskah ini, Majapahit bukan didirikan oleh Raden Sesuruh Pangeran Pajajaran, melainkan didirikan oleh Raden Wijaya Pangeran Singhasari.

Pada tahun 1894 J.L.A. Brandes juga menemukan naskah Nagarakrtagama yang cocok dengan Pararaton, bahwa Majapahit didirikan oleh Dyah Wijaya yang bergelar Krtarajasa Jayawardhana. Adapun Dyah Wijaya adalah putra Dyah Lembu Tal, sedangkan Dyah Lembu Tal adalah putra Narasinghamurti.

ABAD 20 Filolog Belanda bernama Hendrik Kern menerjemahkan Nagarakrtagama pada tahun 1910 dan ia berpendapat bahwa Dyah Lembu Tal seorang wanita. Pendapat ini dibantah oleh sarjana pribumi yaitu Poerbatjaraka yang menyebut Dyah Lembu Tal adalah laki-laki, karena jelas dalam Nagarakrtagama ia tertulis sebagai “sang perwira dalam perang yang diarcakan sebagai Buddha”.

Selain itu, dalam Prasasti Kudadu pun tertulis bahwa Nararya Sanggramawijaya (Raden Wijaya) adalah “Narasinghamurti – Suta- Atmaja” (putra dari putra Narasinghamurti). Kalau seandainya Dyah Lembu Tal perempuan, tentunya dalam prasasti itu Raden Wijaya disebut sebagai “Narasinghamurti – Duhita – Atmaja” (putra dari putri Narasinghamurti).

Sekitar tahun 1970 tiba-tiba muncul sejumlah naskah kontroversial yang lazim disebut Naskah Wangsakerta. Salah satu dari kumpulan naskah ini ada yang berjudul Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara yang mengisahkan Raden Wijaya adalah putra Dyah Lembu Tal, sedangkan Dyah Lembu Tal adalah putri Narasinghamurti.

Adapun suami Dyah Lembu Tal atau ayah Raden Wijaya bernama Rakryan Jayadharma putra Prabu Guru Dharmasiksa dari Sunda. Naskah ini diklaim sebagai tulisan panitia penyusun sejarah Nusantara yang dipimpin Pangeran Wangsakerta dari Cirebon pada abad 17. Anehnya, naskah ini ditemukan di luar Keraton Cirebon dan siapa penemunya juga tidak jelas namanya.

Pada tahun 1988 para arkeolog senior antara lain Boechari, R. Soekmono, R.P. Sujono, Noorduyn dan sebagainya menolak Naskah Wangsakerta sebagai sumber sejarah. Mereka menyebut itu adalah naskah palsu yang baru dibuat di abad 20 dan dikuno-kunokan menggunakan bahasa Jawa Kuno. Naskah Wangsakerta memang penuh dengan kejanggalan. Dari mana Pangeran Wangsakerta yang hidup di abad 17 bisa kenal nama Raden Wijaya dan Dyah Lembu Tal

 

Artikel Sejarah Nusantara.

Penulis Redaksi : Rakhmat sugianto.SH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *