Keturunan Adipati Unus Dan Perjalanan Ke Dua Putranya

Dari pernikahan Adipati Unus dengan Ratu Wulung Ayu memiliki 2 putra.   Pangeran Panggung dan R. Ayu. Pager Gunung. Ke 2 putranya yang merupakan cucu-cucu Raden Patah ini kelak dibawa serta dalam expedisi besar yang fatal yang segera mengubah nasib Kerajaan Demak.  Adipati Unus adalah keturunan Imam Husayn cucu Nabi Muhammad SAW, karena hanya Pahlawan besar yang melahirkan Pahlawan besar.

Sebagian orang di Demak merasa lebih berhak untuk mewarisi Kesultanan, Demak karena Pati Unus hanya menantu Raden Patah dan keturunan Pati Unus.  Secara patrilineal adalah keturunan Arab seperti keluarga Kesultanan Banten dan Cirebon, sementara Raden Patah adalah keturunan Arab hanya dari pihak Ibu sedangkan secara patrilineal (garis laki-laki terus menerus dari pihak ayah Brawijaya adalah murni keturunan Jawa dari kerajaan Majapahit.

Kebanggaan Orang Jawa sebagai orang Jawa walaupun sudah menerima Islam berbeda dengan sikap orang Pasundan, setelah menerima Islam berkenan menerima Raja mereka dari keturunan Arab seperti Sultan Cirebon Sunan Gunung jati dan putranya Sultan Banten Maulana Hasanuddin.

Dengan selamat nya putra Pati Unus yang kedua yaitu Raden Abdullah, maka sungguh Allah hendak melestarikan keturunan para Syahid, seperti yang terjadi pada pembantaian cucu nabi Muhammad, Imam Husain dan keluarganya ternyata keturunannya justru menjadi berkembang besar dengan selamat nya putranya Imam Zaynal Abidin.

Ketika armada Islam mendaratkan pasukan Banten di teluk Banten, Raden Abdullah diajak pula untuk turun di Banten untuk tidak melanjutkan perjalanan pulang ke Demak. Para komandan dan penasehat armada yang masih saling berkerabat satu sama lain sangat khawatir kalau Raden Abdullah akan dibunuh dalam perebutan tahta mengingat sepeninggal Pati Unus.

Kebanggaan orang Jawa sebagai bangsa yang punya identitas sendiri, dengan gugur nya Pati Unus, membuka kembali konflik lama yang terpendam di bawah kewibawaan dan keadilan yang bersinar dari Pati Unus. Kisah ini nyaris mirip dengan gugur nya Khalifah umat Islam ketiga di Madinah, Umar bin Khattab yang segera membuka kembali konflik lama antara banyak kelompok yang sudah lama saling bertikai di Mekah dan Madinah.

Sedangkan di tanah Jawa, sejak Islam merata masuk hingga pelosok di bawah kepeloporan kesultanan Demak pada akhirnya timbul persaingan antara kaum Muslim Santri di pesisir dengan Muslim Abangan di pedalaman yang berakibat fatal dengan perang saudara berkelanjutan antara Demak, Pajang dan Mataram.

Sebagian riwayat turun temurun menyebutkan Pangeran Yunus (Raden Abdullah putra Pati Unus), kemudian dinikahkan oleh Maulana Hasanuddin dengan putri yang ke III, Fatimah. Tidak mengherankan. Karena Kesultanan Demak telah lama mengikat kekerabatan dengan Kesultanan Banten dan Cirebon.

Selanjutnya pangeran Yunus yang juga banyak disebut sebagai Pangeran Arya Jepara dalam sejarah Banten, banyak berperan dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Maulana Yusuf adik iparnya sebagai penasehat resmi Kesultanan Dari titik ini keturunannya selalu mendapat pos Penasehat Kesultanan Banten , seperti seorang putranya Raden Arya Wangsa yang menjadi Penasehat bagi Sultan Banten ke III Maulana Muhammad dan Sultan Banten ke IV Maulana Abdul Qadir.

Ketika penaklukan Kota Pakuan terakhir 1579, Raden Arya Wangsa yang masih menjadi Panglima dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Maulana Yusuf (yang juga paman nya sendiri, karena ibunya adalah kakak dari Maulana Yusuf yang menikahi Raden Abdullah putra Adipati Unus mempunyai jasa besar, sehingga diberikan wilayah kekuasaan Pakuan dan bermukim hingga wafat di desa Lengkong sekarang dekat Serpong.

Raden Arya Wangsa menikahi seorang putri Istana Pakuan dan keturunannya menjadi Adipati Pakuan dengan gelar Sultan Muhammad Wangsa yang secara budaya menjadi panutan wilayah Pakuan, yang telah masuk Islam wilayah Bogor dan sekitarnya, tetapi tetap tunduk di bawah hukum Kesultanan Banten.

Raden Arya Wangsa kemudian lebih banyak berperan di Kesultanan Banten sebagai Penasehat Sultan, setelah ia wafat kiprah keluarga Pati Unus. Kemudian diteruskan oleh putra dan cucunya para Sultan Pakuan Islam hingga Belanda menghancurkan keraton Surosoan pada zaman Sultan Ageng Tirta yasa (1683), dan membuat keraton Pakuan Islam, sebagai cabang dari Keraton Banten, ikut lenyap dari percaturan politik dengan Sultan yang terakhir Sultan Muhammad Wangsa II bin Sultan Muhammad Wangsa I bin Raden Arya Wangsa bin Raden Abdullah bin Pangeran Sabrang Lor bin Raden Muhammad Yunus Jepara ikut menyingkir ke pedalaman Bogor sekitar Ciampea.

 

Redaksi : Rakhmat Sugianto.SH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *