Kisah Pejalanan Adipati Wirasaba

Pada suatu masa di tanah Jawa, tahun 1582, sebuah kisah heroik mengukir sejarah Kabupaten Banyumas. Pada tanggal 6 April 1582, atau 12 Robiul Awal 990 Hijriyah, sebuah peristiwa penuh keberanian dan kebijaksanaan melahirkan sebuah wilayah yang akan dikenang sepanjang masa.

Di bawah kekuasaan Sultan Hadi Wijaya dari Kesultanan Pajang, hiduplah seorang adipati yang dihormati, Adipati Wirasaba ke-6, dikenal sebagai Warga Utama I. Namun, nasib malang menimpanya. Dalam sebuah kesalahpahaman tragis dengan Sultan, Adipati Wirasaba tewas di Desa Bener, Kecamatan Lowano, Kabupaten Purworejo. Peristiwa ini menimbulkan duka mendalam dan kebingungan di antara keluarganya.

Dalam suasana penuh kesedihan, Sultan Pajang yang merasa bersalah memanggil putra-putra Adipati Wirasaba. Namun, bayang-bayang kemarahan Sultan membuat mereka gentar. Di tengah ketakutan yang mencekam, seorang sosok pemberani, Raden Joko Kahiman, menantu Adipati Wirasaba, maju ke depan. Dengan keberanian yang luar biasa, ia menyatakan kesediaannya menghadap Sultan, siap menghadapi murka ataupun anugerah yang mungkin diberikan.

Sultan Pajang, terkesan oleh keberanian Raden Joko Kahiman, memberikan anugerah besar. Ia diangkat menjadi Adipati Wirasaba ke-7 dengan gelar Adipati Warga Utama II. Namun, Raden Joko Kahiman tidak berhenti di situ. Dengan kebesaran hati, ia memutuskan membagi wilayah Kadipaten Wirasaba menjadi empat bagian yang diberikan kepada ipar-iparnya. Banjar Pertambakan diberikan kepada Kyai Ngabei Wirayuda, Merden kepada Kyai Ngabei Wirakusuma, Wirasaba kepada Kyai Ngabei Wargawijaya, dan Kejawar dikuasai sendiri olehnya.

Raden Joko Kahiman kemudian membuka hutan mangli di Kejawar dan mendirikan pusat pemerintahan yang kelak menjadi Kabupaten Banyumas. Kebijaksanaannya membagi wilayah dan mendirikan pemerintahan baru membuatnya dijuluki Adipati Marapat.

Namun, siapakah sebenarnya Raden Joko Kahiman? Dia adalah putra dari Raden Banyak Sosro, cucu dari Raden Baribin, seorang pangeran Majapahit yang menikah dengan Dyah Ayu Ratu Pamekas, putri Raja Pajajaran. Ibunya, Nyi Banyak Sosro, adalah putri Adipati Banyak Galeh dari Pasir Luhur. Sejak kecil, Raden Joko Kahiman diasuh oleh Kyai Mranggi dan Nyi Ngaisah, putri bungsu Raden Baribin.

Dari didikan dan keturunannya, Raden Joko Kahiman tumbuh menjadi satria yang luhur. Ia memegang teguh nilai-nilai altruistis, keberanian, dan kebijaksanaan. Sebagai pejuang pembangunan, ia tangguh, tanggap, dan tanggon, serta mampu mempersatukan berbagai wilayah menjadi satu kesatuan yang sejahtera.

Warisan Raden Joko Kahiman hidup dalam jiwa masyarakat Banyumas. Motto dan etos kerja Kabupaten Banyumas, SATRIA, mencerminkan semangat keberanian, kejujuran, dan tanggung jawab yang diwariskan oleh pendiri mereka. Inilah kisah yang menjadi saksi bahwa kebijaksanaan, keberanian, dan pengabdian kepada sesama mampu membentuk peradaban yang kokoh dan sejahtera, menjadikan Kabupaten Banyumas sebuah wilayah yang penuh kemuliaan dan kebanggaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *