Kisah Pertemuan Prabu Kian Santang Dengan Sayyidina Ali

Prabu Kiansang Pada Tahun 1315 masehi di pajajaran sebuah kota raja yang sekarang bernama Kota Bogor. Pada usia 22 tahun tepatnya tahun 1337 masehi dalam Bogor yang kedua, saat itu bertepatan dengan upacara penyerahan tongkat pusaka kerajaan dan pengobatan Prabu Munding kawati yang merupakan putra dari prabu susuk tunggal.

Yang diangkat menjadi panglima besar di Pajajaran guna mengenang peristiwa sakral penobatan dan penyerahan tongkat pusaka Pajajaran tersebut, maka ditulislah oleh prabu susuk tunggal pada sebuah batu yang dikenal sampai sekarang dengan nama batu tulis Bogor. penyebaran agama Islam di tanah Pasundan Pajajaran tak lepas dari sepak terjang prabu Cakrabuana atau yang lebih dikenal Raden walangsungsang

juga tak lepas dari sepak terjang Raden kian Santang atau yang lebih dikenal syekh Sunan Rohmat Suci dan juga Syekh Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan sunan gunung Jati. Syarf Hidayatullah merupakan keponakan dari Raden walangsungsang dan Raden kian Santang serta merupakan anak dari nyimas Larasantang dengan Syekh Maulana Akbar.

pada saat itu Kerajaan Islam pertama di tanah Pasundan didirikan oleh Prabu Cakrabuana dan diberi nama negara agung Pakungwati Cirebon. Prabu kian Santang merupakan penyebar agama Islam di tanah Betawi khususnya daerah Karawang, dulu memang tidak ada pemisah antara tatar Sunda dengan tanah Betawi.

Posisiny sebagai Menak atau keturunan raja menyebabkan dakwah Raden kian Santang cukup berpengaruh, latar belakang keilmuan dan kesalehannya adalah warisan dari ibunya, yaitu nyi mas subanglarang. Dalam sejarah Godog, kian Santang disebutnya sebagai orang suci dari Cirebon yang pergi ke Priangan dari pantai utara.Ia membawa sejumlah pengikut agama Islam.

Sumber lainnya yang dapat dijadikan alat bantu untuk mengetahui proses perkembangan Islam ditanah Pasundan, ialah Artefak (fisik) seperti benda-benda pusaka, maqam para wali dan pondok pesantren. Dalam dunia persilatan kian Santang dikenal juga dengan nama gagak lumayung, yang mempunyai kesaktian mandraguna,

Konon dikisahkan bahwa dengan ajian napak sancangnya, Raden mampu mempengaruhi lautan dengan hanya berkuda saja. selain itu Raden kian Santang konon juga mempunyai aji suket Kalanjana yang merupakan ilmu terawangan ke alam gaib, dan berkembang sebagai ilmu yang dapat digunakan untuk mereka Sukma dan menggerakkan benda tanpa menyentuh atau telekinetik.

Kali ini Media suara Radar Cakrabuana Akan mengisahkan tentang keislaman produk kian Santang, putra prabu Siliwangi. Benar atau tidaknya kisah ini masih harus diteliti ulang, mengingat ada banyak fungsi sejarah atau legenda tentang keislaman prabu Siliwangi yang lainnya.

Bahwa Prabu Siliwangi sudah masuk Islam ketika beliau melamar dan menikahi Subang larang, yang merupakan santriwati di pondok pesantrennya kyai syekh Quro di Karawang – Subang. versi lain bisa dibaca di beberapa artikel di kisah perjalanan para waliyulloh di tanah Jawa.

Godog adalah sebuah daerah pedesaan yang indah dan nyaman tepatnya di Desa Lebak Agung, Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut. Disana terdapat makam Prabu Kian Santang atau yang dikenal dengan sebutan makam godog Syekh Sunan suci. Hampir setiap saat banyak masyarakat yang ziarah terlebih di bulan-bulan maulud

Prabu Kian Santang atau syekh Sunan Rohmat suci adalah salah seorang putra keturunan raja Pajajaran, yakni prabu Siliwangi dari permaisurinya yang bernama Raden kian Santang. Raden Kian Santang lahir pada tahun 1315 Masehi dua saudara, bernama Dewi Rara Sampang dan Raden Walangsunsang. Kian Santang merupakan sinatri yang gagah perkasa.

Konon tak ada yang bisa mengalahkannya. Sejak kecil sampai dewasa yaitu berusia 33 tahun tepatnya tahun 1348 masehi Raden kian Santang belum pernah tahu seperti apa warna darahnya. Dalam arti belum ada yang menandingi kegagahan dan kesaktiannya.

seringkali dia merenung seorang diri, memikirkan di mana ada orang sakti yang dapat menandingi kesaktian dirinya. Akhirnya Raden kian Santang memohon kepada ayahnya supaya mencarikan seorang lawan yang dapat menandinginya.  sang ayah pun memanggil para ahli nujum untuk menunjukan siapa dan di mana ada orang gagasan Sakti yang dapat menandingi Kian Santang.

Namun tak seorangpun yang mampu menunjukkannya, tiba-tiba datang seorang kakek yang memberitahu bahwa orang yang dapat menandingi kegagahan Raden Kian Santang adalah Sayyidina Ali, yang inggal jauh di tanah Mekah. sebetulnya pada waktu itu sayyidina Ali telah wafat, namun dipertemukan secara gaib dengan kekuasaan Allah yang maha kuasa.

Lalu, orang tua itu berkata kepada Raden kian Santang, “kalau memang mau bertemu dengan sayyidina Ali,Kamu harus melaksanakan Dua Syarat ; Pertama harus puja semedi dulu di ujung kulon, lalu yang kedua namamu harus diganti menjadi Galantrang Setra (Galantrang yang berarti berani setra yang berarti bersih” Setelah Raden kian Santang melaksanakan dua syarat tersebut, maka berangkatlah dia ke tanah suci Mekkah pada tahun 1348 Masehi.

Setiba di tanah Mekkah, ia bertemu dengan seorang lelaki tua, tetapi Kian santan tidak mengetahui bahwa orang tua itu bernama sayyidina Ali. Raden yang sampai yang namanya sudah berganti menjadi Galantrang Setra, menanyakan kepada orang tua itu. Pa Tua kenalkah ga dengan orang yang namanya sayyidina Ali”.

Tentu saja orang tua itu menjawab dengan jujur mengiyakannya bahkan ia bersedia mengantar Raden kian Santang. sebelum berangkat orang tua itu menancapkan tongkatnya ke tanah. setelah berjalan beberapa puluh meter, orang tua itu berkata, ” Wahai Galantrang setra, tongkatku ketinggalan di tempat tadi, tolong Kamu ambilkan dulu.”  Semula Galantrang Setra tidak mau. Namun orang tua itu mengatakan jika ia tidak mau, tentu tidak akan bertemu dengan sayyidina Ali.

Terpaksalah Galantrang Setra kembali ke tempat semula, untuk mengambil tongkat bapak tua itu. Setibanya di tempat tongkat tertancap Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sebelah tangan. Ternyata tongkat tidak bisa dicabut, bahkan tidak sedikit pun berubah.

Sekali lagi  Kian Santang berusaha mencabutnya, tetapi tongkat itu tidak berubah. Untuk ketiga kalinya Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sekuat tenaga dan dengan disertai tenaga dalam. Tetapi tongkat tertancap di tanah dengan kokoh, sebaliknya kedua kaki Galantrang setra amblas masuk ke dalam tanah, dan keluarlah darah dari tangan kanan galantrang Setra.

Orang tua itu lalu mengetahui kejadian itu, maka beliau pun datang. setelah orang tua itu tiba tongkat itu langsung di cabut, sambil mengucapkan bismillah dan dua kalimat syahadat. Tongkat pun terangkat dan bersamaan dengan itu hilang pula lah darah dari tangan Galamtrang Setra. Galantrang Setar merasa heran, kenapa darah yang keluar itu tiba-tiba menghilang dan kembali tangannya sehat.

Dalam hatinya ia bertanya ” apakah kejadian itu karena kalimat yang diucapkan oleh orang tua itu tadi,  ya ?” kalaulah benar kebetulan akan ku minta ilmu itu. Tetapi orang tua itu tidak menjawab. alasannya karena Galantrang Setra masuk Islam. kemudian mereka berdua berangkat menuju ke Mekah.

Setelah tiba di Mekah di tengah perjalanan ada yang bertanya kepada orang tua itu dengan sebutan sayyidina Ali. Galantrang Setra kaget mendengar panggilan ali tersebut. ternyata orang tua itu yang baru dikenalnya tapi tidak lain adalah sayyidina Ali. Setelah Raden kian Santang meninggalkan Mekah untuk pulang ke Tanah Jawa, ia terlunta-lunta tidak tahu arah tujuan. Maka ia berpikir untuk kembali ke Mekah lagi, dengan niat bulat akan menemui sayyidina Ali, sekaligus bermaksud memeluk agama Islam.

Pada tahun 1348 masehi Raden kian Santang masuk Islam. yang bermukim selama 20 hari sambil mempelajari ajaran agama Islam, kemudian dia pulang ke tanah Jawa yaitu di Pajajaran untuk menengok ayahnya prabu Siliwangi dan juga saudara-saudaranya. Setiba di pajajarn, ia bertemu dengan ayahnya.

Raden kian Santang menceritakan pengalamannya selama bermukim di tanah bekas serta pertemuannya dengan sayyidina Ali.  Pada akhir cerita, ia  memberitahukan bahwa dirinya telah masuk agama Islam dan berniat mengajak ayahnya untuk memeluk agama tersebut. Prabu Siliwangi kaget sewaktu mendengar cerita anaknya tersebut, terlebih ketika anaknya mengajak masuk agama Islam agama Islam. Sang ayah tidak percaya, dan tentu saja  ajakan tersebut  ditolaknya.

Pada Tahun 1355 Masehi, Raden Kian Santang berangkat kembali ke tanah Mekah. Jabatan kedalaman di Keraton, untuk sementara diserahkan ke Galuh Pakuan  yang pada waktu itu dalamnya dipegang oleh prabu Anggalang. Setibanya di Mekkah beliau kaget ketika mendengar orang-orang di Mekkah bahwa sayyidina Ali, telah lama sekali meninggal dunia, setelah mendengar kabar itu beliau menangis dan setelah itu Prabu kian Santang bermukim di tanah Mekah selama 7 tahun dan mempelajari ajaran agama Islam secara khusus. Merasa sudah cukup menekuni ajaran agama kemudia ia kembali kepajajaran tahun 1362 Masehi.

Pada tahun 1362 Masehi waktu itu, ia berniat menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa. setubanya di Pajajaran, Kian Santang  langsung menyebarkan agama Islam di kalangan masyarakat, karena ajaran Islam dalam fitrahnya membawa keselamatan dunia dan akhirat, masyarakat menerimanya dengan tangan terbuka.

Kemudian Raden kian Santang bermaksud menyebarkan ajaran agama Islam di lingkungan Keraton Pajajaran, setelah prabu Siliwangi mendapat berita bahwa anaknya sudah kembali kepada jajaran dan akan menghadap kepadanya, maka prabu Siliwangi yang mempunyai martabat raja lalu berpikir “Daripada masok agama Islam lebih baik aku meninggalkan Keraton Pajajaran” Sebelum berangkat meninggalkan Keraton, Prabu Siliwangi merubah  Keraton pada jalan menjadi hutan belantara.

Pada tahun 1372 masehi Raden kian Santang menyebarkan agama Islam di Galuh Pakuan. tahun 1400 masehi, Raden kian Santang diangkat menjadi raja Pajajaran menggantikan Prabumulih Kawati atau prabu Anapakem. Namun Raden Kian Santang tidak lama menjadi raja, karena mendapat Ilham harus melakukan uzlah yaitu benda dari tempat yang ramai ke tempat yang sunyi.

Dalam uzlah itu ia diminta agar bertafakur untuk lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta. Kepada beliau di mintahkan untuk memilih tempat tafakur dari ketiga tempat yaitu gunung Cermai, Gunung  Tasikmalaya atau gunung suci Garut. Waktu u lah harus dibawa peti yang berisikan tanah pusaka. Peti itu untuk dijadikan tanda atau petunjuk tempat bertafakur nanti, apabila tiba di suatu tempat seperti itu akan godek atau berubah, maka di sanalah tempat dia akan bertafakur dan kemudian nama Raden kian Santang harus diganti dengan sunan Rohmat.

Sebelum uslah, Kian Santang menyerahkan tahta kerajaan kepada Prabu Pranatayuda putra tunggal Prabu Munding Kawati. Setelah selesai setelah terima tahta kerajaan dengan Prabu Pranatayuda, Maka berangkatlah Prabu Kian Santang meninggalkan Pajajran. Tempat yang dituju pertama kali adalah gunung Ciremai. Setibanya di sana peti diletakkan di atas tanah tapi seperti itu tidak godek alias tidak berubah, maka Kian Santang pun kemudian berangkat lagi ke gunung Tasikmalaya disana juga peti tidak berubah dan akhirnya kian Santang memutuskan untuk berangkat ke gunung suci Garut. Setibanya di gunung suci Garut peti itu disimpan di atas tanah secara tiba-tiba berubahlah peti itu.

Berarti petunjuk kepada kian Santang bahwa di tempat itulah beliau harus bertafakur untuk mendekatkan diri kepada Gusti Allah. tempat itu kini diberi nama Makam Godog.  Prabu Kian Santang bertafakur selama 19 tahun. sempat mendirikan masjid yang disebut masjid pusaka keramat Godog. yang berjarak dari makam Godog sekitar kurang lebih 1 km. Prabu Kian Santang Kini namanya diganti menjadi Syekh Sunan Rohmat suci dan tempatnya menjadi Godog Keramat.

Beliau wafat pada tahun 1419 masehi atau tahun 849 hijriah. Syekh Sunan Rahmat suci wafat di tempat itu yang sampai sekarang dinamakan makam sunan Rahmat suci atau makam keramat.  Artikel sebuah kisah sejarah semoga bermanfaat bagi kita semuanya, mungkin kalau ada cerita yang sama dengan ini mari kita ambil hikmahnya dan ambil Karomah nya

 

Penulis : Rakhmat sugianto.SH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *