Artikel. Suararadarcakrabuana.com – Perang Bubat merupakan peristiwa penting yang meninggalkan dampak besar bagi hubungan antara Raja Majapahit, Hayam Wuruk, dan mahapatihnya, Gajah Mada. Insiden ini terjadi saat Hayam Wuruk berencana menikahi Dyah Pitaloka Citraresmi, putri Raja Sunda.
Namun, pernikahan ini berujung pada konflik berdarah ketika Gajah Mada mencoba memanfaatkan momen pernikahan tersebut untuk menaklukkan Kerajaan Sunda secara politis. Hal ini menyebabkan rombongan Sunda, termasuk orang tua Dyah Pitaloka, tewas, dan pernikahan yang direncanakan gagal.
Setelah peristiwa tragis tersebut, hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada memburuk. Gajah Mada dijadikan kambing hitam atas kegagalan pernikahan ini, yang juga berujung pada ketegangan politik antara dua kerajaan besar di Nusantara.
Namun, dalam upaya rekonsiliasi, Hayam Wuruk tetap mengajak Gajah Mada dalam perjalanan diplomatiknya ke wilayah timur Majapahit. Salah satu perjalanan ini membawa mereka ke Lamajang, di mana Gajah Mada kembali mendapatkan kepercayaan untuk mendampingi sang raja.
Kunjungan diplomatik ini dianggap sebagai momen penting yang memulihkan hubungan mereka. Selama perjalanan yang berlangsung selama tiga bulan, rombongan kerajaan yang besar ini menelusuri berbagai wilayah penting, termasuk Pasuruan dan Malang, hingga akhirnya mencapai pesisir pantai di Dampar.
Di sini, mereka beristirahat dan menikmati keindahan alam, yang secara simbolis menjadi momen penyegaran dan perbaikan hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada pasca-Perang Bubat.
Perjalanan ini tidak hanya bertujuan untuk memastikan stabilitas wilayah Majapahit, tetapi juga menunjukkan bahwa, meskipun ada konflik dan perbedaan, rekonsiliasi antara pemimpin dan bawahannya tetap mungkin terjadi.
Penulis Redaksi : Rakhmat sugianto.SH