Kissah Sejarah Pertempuran Di Singosaari

Artikel. suararadarcakrabuana.com – Istilah bendera memang berasal dari bahasa asing, kata ini baru dikenal oleh bangsa-bangsa nusantara selepas kedatangan penjajah Portugis dan Spanyol pada abad ke 16 Masehi, kata bendera sendiri berasal dari bahasa portugis “Bendera” orang Spanyol menyebutnya “Bandera” baik Bendera maupun Bandera dipercayai berasal dari urat kata bahasa Jerman-Italia “Bandaira”.

Kata bendera pada kemudiannya diserap kedalam bahasa Indonesia, sehingga kepopuleran kata Bendera mengalahkan kosakata serupa yang berasal dari bahasa orang-oranga asli Nusantara sendiri.

Orang Jawa mengenal bendera dengan istilah “Panji-Panji” orang Cirebon dan Indramayu menyebutnya “Klebet”

Berkenaan dengan bendera merah putih, rupanya jauh sebelum Indonesia menetapkannya sebagai bendera kebangsaan, bendera tersebut telah digunakan sejak lama.

Sementara orang beranggapan bahwa Merah Putih adalah Bendera Majapahit, pendapat ini memang tidak ada salahnya, karena memang ada dasar dan buktinya.

Meskipun begitu masih banyak orang yang belum tahu bahwa justru yang mempopulerkan bendera Merah Putih pada abad ke 13 mulanya adalah musuh Majapahit, yaitu Jaya Katwang.

Raja ini mengibarkan bendera Merah Putih ketika menaklukan Singsari, Raja ini pula tetap konsisten mengibarkan bendera merah putih ketika melawan Pasukan Raden Wijaya (Pendiri Majapahit) yang hendak meruntuhkan kerajaannya (Kediri).

Bukti tervalid bahwa Jaya Katwang menggunakan bendera merah putih sebagai Bendera kerajannya terekam dalam sebuah Prasasti.

Prasasti itu mulanya dikenal dengan nama Prasasti/Piagam Butak karena memang ditemukan di gunung butak.
Belakangan istalah Prasasti/Piagam Butak itu kemudian diubah seiring telah diketahuinya isi prasasti itu.

Isinya mengabarkan tentang berkibarnya bendera merah putih dibarisan tentara Kediri dibawah pemerintahan Jaya Katwang.

Bendera Merah-Putih dikibarkan pada tahun 1292 M oleh tentara Jayakatwang ketika berperang melawan kekuasaan Prabu Kertanegara dari Kerajaan Singasari (1222-1292 M).

Jayakatwang melancarkan pemberontakan dengan menggunakan siasat mengirim tentaranya mengibarkan panji-panji berwarna Merah-Putih dan gamelan ke arah selatan Gunung Kawi

Padahal… pasukan terbaik Singasari dipusatkan untuk menghadang musuh berada di sekitar Gunung Penanggungan.

Perlawanan ini mendapat perlawanan dari tentara Singosari yang dipimpin oleh Raden Wijaya dan Ardaraja, (Anak Jayakatwang menantu Prabu Kertanegara).

Dalam sejarah, tentara Merah Putih yang ditugaskan Jaya Katwang untuk brontak kepada Singsari itu pada akhirnya berhasil menumbangkan Singasari.

Jaya Katwang kemudian menjadikan Kediri sebagai Kerajaan berdaulat kembali.
Perlu dipahami bahwa dahulu Singasari/Tumapel adalah bawahan Kediri, namun dimasa Ken Arok memerintah Tumapel, Kediri dapat ditaklukan Singsari/Tumapel.

Dalam hal ini maka Jaya Katwang adalah menuntut balas atas kekalahan nenek moyangnya.

Nasib baik rupanya tidak berpihak lama pada Jaya Katwang, sebab selepas beberapa tahun menaklukan Singsari, ia diberontak oleh Raden Wijaya, musuhnya kali ini bukan maen hebatnya sebab bersekutu dengan Kerajaan Monggol.
Kerajaan yang kala itu sebagai kerajaan terkuat di muka bumi.

Jaya Katwang tidak gentar sedikitpun dalam menghadapi Raden Wijaya dan sekutu Mongolnya, ia tetap mengibarkaan bendera Merah Putih tinggi-tinggi untuk melawan Mongol dan Raden Wijaya.
Meskipun , pada akhirnya Jaya Katwang dan Kerajaan yang baru ia bangkitkan dari keterpurukan ambruk dikalahkan musuh²nya.

Kegagahan Bendera Merah Putih yang dikibarkan Jaya Katwang untuk mengiringi pasukan tempurnya terekam jelas dalam Prasasti/Piagam Merah Putih.

Demikian Aksaranya….

“an mangkana lumaku ta muwah sanjata cri maharaja dateng i rabut carat.
Tan asowe i ikang kala, mao tekang catru sakakulwan, irika ta cri maharajanaprang sahawadwanira kabeh.
Alaralayu mewah catru cri maharaja, akweh lwangnya teher atingal, yayanpangdawuta kabeh semui lawan cri maharaja, ring samangkana. hana ta tunggulning catru layulayu katon wetani haniru, bang lawan putih warnnanya, sakatonikang tunggul ika. Jirika ta yanpangdawut senjata sang Arddharaja, lumakwakenan sayaprawrti, alayu niskarananujwi kapululungan purwwakani sanjata Cri Maharaja rusak cri maharaja pwatyantadrdabhakti i Cri Krtanegara”.

Arti terjemaahan dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

“Demikianlah keadaannya ketika tentara Sri Maharaja (Raden Wijaya) bergerak terus sampai ke Rabut Carat.

Tak lama setelah itu, datanglah musuh dari arah barat.
Ketika itu juga Sri Maharaja bertempur dengan segala balatentaranya dan musuh pun lari tunggang-langgang, setelah mengalami kekalahan besar.

Tetapi dalam keadaan demikian, di sebelah timur Hanyiru tampak panji-panji musuh berkibar, warnanya Merah-Putih. Melihat itu, Ardaraja, putra Jayakatwang, meninggalkan pertempuran, berlaku hina dan lari menuju Kapundungan dengan tidak karuan”. (Yamin, 157)

Agaknya, meskipun tentara Jayakatwang dengan bendera merah putihnya itu dikalahkan oleh pasukan Persekutuan Raden Wijaya dan Mongol, Merah-Putih semacam menjadi bendera yang menjadikan Raden Wijaya kagum terhadap daya juang orang-orang Kediri dalam mempertahankan martabatnya.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika selepas Raden Wijaya mendirikan Kerajaan baru yang dikenal dengan Majapahit, bendera merah putih juga nantinya dijadikan sebagai salah satu panji-panji Majapahit.

MAKAM KUNO MADURA

Siapa sangka tempat ini adalah cikal bakal berdirinya Kerajaan Sampang? Kondisi situs sangat memprihatinkan dan banyak yang sudah tidak utuh lagi.

Namun, menurut data arkeolog dan pakar sejarah, di pintu gapura masuk Paduraksa yang berada di komplek makam ini terdapat relief seekor naga yang terpanah tembus sampai ekornya.

Relief ini dikenal sebagai Sangkala Memet yang berbunyi “Naga kepanah nitis ing midi,” yang berarti tahun 1546 Saka (1624 Masehi).

Tahun 1624 Masehi merupakan peristiwa pengangkatan Raden Praseno sebagai Raja Madura
dengan gelar P. Cakraningrat I.

Makam Ratu Ibu (Ratoh Embuh)

Ratu Ibu, atau Ratoh Embuh, bernama asli Syarifah Ambami. Beliau adalah ibu dari para raja di Madura dan ibu dari Raja Cakraningrat I dengan Pangeran Tengah, putra dari Panembahan Lemah Duwur, yang berjasa meletakkan dasar-dasar kepemimpinan Islam di Madura, khususnya di Kabupaten Sampang.

Raja Cakraningrat I memimpin mulai tahun 1624 atas perintah Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Islam. Ratu Ibu adalah putri dari Panembahan Ronggo dan keturunan kelima dari Sunan Giri. Selepas kepergiannya, tempat kedewaguruan beliau dijadikan sebagai makamnya.

Selain makam Ratu Ibu, di area ini juga terdapat makam keluarga kerajaan Madura: Cakraningrat I, Cakraningrat II, Cakraningrat IV, Cakraningrat V, dan Cakraningrat VI, berokasi di Madegen, Kelurahan Polagan, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur.

 

 

Sejarah Nusantara

Redaksi : Rakhmat sugianto.SH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *