PBB Mengadopsi BHINEEKATUNGGAL IKA Ironis na Indonesia Mengamandemen.

 

PBB telah mengadopsi semboyan Bhinneka tunggal Ika menjadi semboyan dunia untuk PBB.
Ironis justru di Negeri ini banyak yang tidak mengerti bahwa semboyan Bhineekatunggal Ika sudah diamandemen .
Bagaimana tidak diamandemen ketika MPR digradasi dari lembaga tertinggi menjadi lembaga tinggi yang isi nya tidak lagi mencerminkan konfigurasi Bhineekatunggal Ika Yang terdiri dari semua elemen bangsa diganti dengan satu golongan yaitu golongan partai politik . Sekarang kita bisa melihat setelah UUD 1945
Maka MPR bukan lagi pemegang kedaulatan rakyat yang tertinggi.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa ditemukan dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang ditulis pada abad XIV pada era Kerajaan Majapahit. Mpu Tantular merupakan seorang penganut Buddha Tantrayana, namun merasakan hidup aman dan tentram dalam kerajaan Majapahit

Karya Mpu Tantular tersebut oleh para founding fathers diberikan penafsiran baru sebab dianggap sesuai dengan kebutuhan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri atas beragam agama, kepercayaan, etnis, ideologi politik, budaya dan bahasa. Dasar pemikiran tersebut yang menjadikan semboyan “keramat” ini terpajang melengkung dalam cengkeraman kedua cakar Burung Garuda.

Di negara yang beragam ini hendaknya dijauhi sikap hidup mau “menyeragamkan”. Kalau dipaksa diseragamkan, akan terjadi kondisi “menang dadi areng, kalah dadi awu” (menang akan menjadi arang, dan kalah akan menjadi abu). Artinya, hancur semua.

Oleh sebab itu didalam tatanegara yang berdasarkan Panca Sila tidak dikenal banyak-banyak suara , kalah menang , kuat-kuatan , minoritas mayoritas , pilsung , pilkada , semua serba di musyawarahkan untuk mendapatkan titik temu . Didaalam memilih sistem negara yang paling tepat untuk negara Indonesia telah dilakukan kajian-kajian oleh BPUPKI /PPKI sistem negara yang ada didunia ini

Baik itu sistem Presidensial , Parlementer , maupun sistem Kerajaan , di kajian .The Founding fathers tidak memilih satu pun sistem yang ada tetapi menciptakan sendiri sistem bernegara yang bisa mewadahi Bhinneka Tunggal Ika , sistem itu di sebut sistem MPR . MPR lah wadah seluruh elemen bangsa , Kolektivisme , Kekeluargaan , Kebersamaan , Gotong royong .di MPR lah seluruh elemen bangsa merumuskan keingan-keinginan nya.

Merumuskan politik rakyat dengan Musyawarah Mufakat yang kemudian disebut GBHN , jadi GBHN Garis-garis -Besar Haluan Negara itu adalah wujud dari Bhineeka Tunggal Ika . Didalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara warga bangsa harus saling hormat -menghormati atar sesama anak bangsa , baik itu menghormati adat istiadat , suku, agama , bahkan didalam beragama negara menjamin setiap warga nya untuk beragama dan menjalankan ibadah nya dan semua itu di atur di dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945 .

” Kita tidak boleh melecehkan adat Istiadat , Suku , Agama , sebab ada pepatah  Dimana bumi di pijak maka langit pun harus dijunjung  arti nya kita harus menghormati adat istiadat yang ada di bumi Nusantara ini.”

Rupa nya sejak amandemen UUD 1945 semua nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika sudah dihabisi senyampang Panca Sila sudah tidak menjadi Dasar bernegara .Pratek ketata negaraan kita telah dirubah dengan model Demokrasi Liberal , kekuasaan tidak lagi menjadi Rembukan , tidak lagi menjadi Musyawarah untuk mencari Mufakat , tetapi didasarkan atas kalah dan menang , banyak-banyakan suara , kuat-kuatan ,yang berujung Mayoritas dan Minoritas , yang Mayoritas yang banyak suara nya

Padahal sudah sangat Jelas semua itu bertentangan dengan Panca Sila. Bertentangan dengan Bhinneka Tunggal ika. Hari ini kita bisa menyaksikan banyak yang tidak mengerti apa itu Bhinneka Tunggal Ika , ada yang mengadakan Carnaval Bhinneka Tunggal Ika tetapi tidak paham apa itu Bhinneka Tunggal Ika .

Bahkan Presiden pada waktu keliling mengunjungi tentara elit dan Kepolisian mengatakan TNI harus menjaga Panca Sila dan Bhinneka Tunggal Ika , arti nya Presiden tidak mengerti bahwa sejak UUD 1945 diamandemen dan dijalan kan nya UUD 202 negara ini sudah bukan negara Panca Sila yang Ber Bhinneka Tunggal Ika .

Mengapa ? Jika negara ini masih mengunakan dasar bernegara nya Panca Sila maka cirikhas Negara Panca Sila yang tidak dipunyai oleh Sistem Presidensial , maupun Parlementer adalah :

Ada nya lembaga rakyat yang tertinggi mewadahi Bhinneka Tunggal Ika yang disebut MPR
Karena MPR adalah lembaga rakyat tertinggi maka Presiden adalah Mandataris MPR .

Adanya rumusan Politik Rakyat yang mengambarkan Bhinneka Tunggal Ika yang disebut GBHN .Oleh sebab itu Presiden harus menjalankan GBHN dan tidak boleh menjalankan Politik nya sendiri atau politik golongan nya. Apa lagi petugas partai sebab presiden bukan presiden nya partai tertentu tetapi presiden nya seluru rakyat Indonesia .

Dimasa akhir dari jabatan Presiden harus mempertangungjawabkan sudah sampai mana GBHN dijalankan , dan jika Presiden menyeleweng dari GBHN maka Presiden bisa diturunkan , inilah bentuk kedaulatan rakyat yang sesungguh nya .

Kita bisa melihat sekarang ini karut marut nya ketatanegaraan kita karena tidak lagi berdasar pada apa yang telah menjadi kesepakatan bersama pendiri bangsa ini , kita sebagai bangsa telah dibodohi dengan amandemen UUD 1945 , padahal UUD 1945 itu adalah akte berdiri nya Negara Bangsa Indonesia , bisa kita bayangkan akte Pendirian Negara Bangsa di amandemen ibarat sebuah Perusahaan dirubah nya akte pendirian nya tanpa mengikut sertakan pemilik saham terbesar nya bukan nya ini tidak sah ?

Akibat perubahan itu pemegang saham bukan lagi pemilik Kedaulatan , Sebab Kedaulatan hanya Berada di tangan Rakyat yang dijalankan menurut UUD .
Kedaulatan Rakyat telah di bajak menjadi Kedaulatan milik partai Politik , Milik ketua Partai mengapa ? mari kita tenggok adalah calon DPR,DPRD, Presiden , Gubernur , Bupati , Walikota , tanpa persetujuan ketua partai ? tidak mungkin karena kedaulatan berada ditangan rakyat maka rakyat hanya memilih apa yang sudah dipilih oleh ketua partai , bahkan bisa jadi pilihan mayoritas anggota partai kalah dengan pilihan ketua Partai ,tergantung WANI PIRO………..???

 

Sumber :Prihandoyo Kuswanto Ketua Pusat Study dan Kajian Rumah Pancasila .

RED

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *