Sejarah Asal Usul Desa Galagamba Ciwringin -Cirebon

Sejarah Desa Galagamb. Suararadarcakrabuana.com – Sekitar tahun 1400 -an disebuah kaki gunung Kromong ada sebuan hutan belantara yang banyak dihuni olejh para dedemit dan berbagai binatang buas seperti Macan , celeng dan mahluk lainnya. Disuatu tempat yang disebut Rajagaluh ada Ksatria bernama Ki Winata yang mempunyai badan tegapo dan penuh dengan sopan santun juga sangat sakti.

Ki Winata kemudian membangun sebuah gubug dan dijadikannya sebagai tempat tinggal, tidak hanya itu beliau juga membuat balai dari kayu jati yang sangat besar sekali untuk menjamu tamu. Semakin hari semakin ramainya yang kini sudah menjadi sebuah Desa yaitu Desa Galagamba.

Desa Galagamba adalah salah Satu desa yang terletak didalam wilayah Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon. Desa ini berbatasan dengan desa Bringin, Ciwaringin, Gintung Kidul, Gintung Ranjeng dan dengan Desa gempol.

Secara geografis, Desa Galagamba berada di dataran rendah, masyarakat desa ini mayoritasnya bermata pencaharian sebagai petani, sementara sisanya bermata pencaharian sebagai buruh, baik sebagai buruh lokal maupun buruh luar negeri atau TKI.


Galagamba menurut legenda masyarakat setempat merupakan nama anugrah dari Prabu Siliwangi. Dahulu konon Sang Prabu pernah mengunjungi desa itu, dalam kunjungannya sang Prabu kemudian menamai desa itu dengan nama “Galagamba”

Galagamba sendiri secara bahasa bermaksud balai yang luas, sebab memang kata “Galaga” bermakna Balai/Bale adapun “Amba” bermaksud luas, dengan demikian maka dapat dipahami bahwa kata Galagamba itu pada mulanya berasal dari gabungan kata Galaga dan Amba.

Asal-usul kenapa Prabu Siliwangi menamakan desa tersebut dengan nama Galagamba dimulai dari kisah kunjungan Parbu Siliwangi di desa itu. Konon sebelum kedatangan Prabu Siliwangi, wilayah itu pada mulanya tak berpenghuni dan masih berbentuk hutan.

Orang yang mula-mula membangun desa tersebut menurut legendanya adalah Ki Winata, tokoh ini bersama pengikutnya membangun dari nol, mulai dari membabad hutan, membuat rumah, mengolah lahan pertanian untuk penghidupan dan lain sebagainya.

Selepas wilayah yang baru dibangun itu ramai, Ki Winata kemudian membuat pemerintah desa, beliau membuat semacam pendopo desa, dahulu ciri khas dari sebuah desa di Cirebon itu ada Bale atau Balai-nya, yaitu sauatu tempat yang menyerupai Ranjang tapi dipergunakan untuk duduknya atau singhasananya para Pejabat Desa, sebab itulah di Cirebon Kantor Kepala Desa hingga kini secara tradisional disebut Balai Desa.
Bentuk Bale/Singhasana Desa Di Cirebon
Salah Satu Penampakan Bale Yang Masih Ada [Dok Bale Ki Gede Tapa Cirebon]

Setelah kantor desa selesai di bangun, dikisahkan kemudian Ki Winata mengumpulkan Kayu Jati terbaik untuk dibuat sebuah Bale. Ki Winata rupanya membuat Bale itu dengan seni dan kemampuan yang tinggi, sehingga Bale yang diciptakanya tampak indah penuh ukiran, selain indah Bale itu ternyata dibuat dengan sangat besar dan luas, ukurannya tidak sebagaimana umumnya Bale yang berlaku di Desa-Desa waktu itu.

Setelah kantor dan Bale Desa sudah dibuat dengan sempurna, Ki Winata kemudian melaporkan pendirian desa itu ke pihak Kerajaan, waktu itu daerah itu dibawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Adanya laporan mengenai pendirian desa baru itu, kemudian menarik hati Prabu Siliwangi. Beliau pun akhirnya mengunjungi desa baru tersebut.

Sesampainya ditempat, Prabu Siliwangi disambut dengan meriah oleh rakyat, sang Prabu pun kemudian dipersilahkan untuk menduduki Bale yang telah dibuat sebelumnya oleh Ki Winata. Melihat Bale yang didudukinya tampak indah dan besar, Sang Prabu dikisahkan terkagum-kagum. Beliau terpesona.

Didepan Prabu Siliwangi Ki Wianata kemudian menyembah sambil memohon agar desa baru yang ia dirikan diberi nama oleh Sang Prabu, mengingat Desa baru itu belum bernama. Akhirnya mendapati permohonan itu Sang Prabu kemudian menamakan desa itu dengan nama “Galagamba”, nama yang muncul karena kekagumanya melihat Bale yang dibuat oleh Ki Winata. Maka setelah itu resmilah desa itu dinamakan Galagamba.

Selepas kepergian sang prabu, Ki Winata meninggal dunia, yang kemudian dikuburkan disuatu tempat yang bernama Raga Sawangan. Raga Sawangan dulunya ketika masyarakat menebang jati, maka keesokan harinya jati itu tumbuh kembali. Maka Ki Winata merasa bertanggung jawab untuk membersihkan masalah tersebut yang kemudian menghadap Sunan Jati Purba.

Maka sang Sunan dan Ki Winata merencanakan untuk menebang pohon tersebut denganmemulai berdoa. Maka dalam pandangan mata bathin beliau maka dilihatnya ada raga yang bersandar dipohon tersebut. Maka setelah raga
tersebut diusir maka pohon tersebut dapat ditebang sehingga tempattersebut dikenal dengan “ RAGA SAWANGAN ”

Tidak hanya di Blok Ragasawangan, di Blok Dukumire ada yang disebut dengan adanya Pustaka Lawang Gada yang banyak orang dapat memohon barokahnya. Dan salah satu yang menjadi terkenal adalah di Blok Nagrog dengan adanya Harimau Siliwangi Putih yang saat ini masih dipercaya dan masih terusberkeliling sepanjang makam kompleks Masjid Al-Ikhlas yang pertama kali dibangun oleh Almukaromah Kiai Marjuki sekitar tahun 1800-an.

Sebagai salah satu sesepuh para Kiai yang ada di Babakan dan Kempek. Yang kemudian dipugar dengan bentuk modern oleh Kiai Tarmidi pada tahun 1930-an yang kala itu pada masa Jepang menjabat sebagai Kepala KantorAgama Wilayah Cirebon yang membawahi Kuningan, Majalengka dan Indramayu.

 

Sumber Warga Dan Sesepuh Desa Galagamba

Penulis Redaksi : Rakhmat sugianto.SH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *