Serikat Petani Minta Kejagung Tindak Tegas PT Pasangkayu

 

Sulawesi Barat. Suararadarcakarbuana.com – Peran masyarakat dalam perlindungan hutan telah di atur dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999. Pasal 69 ayat (1) menjelaskan bahwa masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan, untuk penerapan dari aturan ini masyarakat dilibatkan dalam pelaksanaan pengamanan Hutan.

Peraturan Menteri kehutanan Republik Indonesia Nomor P. 56/menhut-II/2014 Pasal 1 ayat 4 menjelaskan bahwa masyarakat adalah mitra Polisi kehutanan untuk membantu dalam pelaksanaan perlindungan hutan. Dalam Pasal 2 ayat 1 di jelaskan dalam peraturan ini adalah sebagai pedoman bagi pemangku kawasan bersama masyarakat dalam perlindungan Hutan.

“Sebagai upaya menjaga kelestarian hutan, kita dapat menanam sejuta pohon, tidak membuka lahan dengan membakar hutan, tidak melakukan penebangan pohon secara liar, dan melaporkan pada pihak berwajib jika mengetahui adanya praktik illegal logging di Kabupaten Pasangkayu” Ujar Dedi

Di Kabupaten Pasangkayu telah temukan Korporasi yang di duga telah merambah kawasan hutan yaitu PT Pasangkayu. Di dalam kawasan perkebunan kelapa sawit PT Pasangkayu di temukan tiga Pos Kehutanan dan di titik yang di duga masuk kawasan hutan telah di berikan tanda Tulisan Hutan Lindung yaitu di Pohon Kelapa sawit yang di tanami PT Pasangkayu.

PT Pasangkayu juga di duga melanggar Pasal 98 Jo Pasal 116 ayat (1) huruf a UU 32/2009 PPLH dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. Selain itu, sebagaimana diatur dalam Pasal 119 UU 32 PPLH selain pidana pokok, untuk kejahatan korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan salah satunya pemulihan lingkungan hidup berupa perbaikan akibat tindak pidana.

Kelompok masyarakat Kabupaten Pasangkayu, Provinsi Sulawesi Barat bersama Aktivis Pemerhati Lingkungan mendesak APH untuk memeriksa secara Komprehensif izin PT Pasangkayu.


Kronologi izin PT Pasangkayu (Astra Group) dengan surat tanggal 14 April 1987 Nomor DIR/231/PK/87 dan surat tanggal 14 April 1992 No 50/DD II/AAN/92 mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan yang terletak di kelompok hutan di S Pasangkayu, Kabupaten Mamuju, Propinsi Sulawesi Selatan.

Permohonan tersebut disetujui oleh Menteri Kehutanaan dengan surat tanggal 26 Juli 1990 No. 1300/Menhut-II/1990 dan tanggal 13 Februari 1993 No.239/Menhut-II/1993. Alasannya karena masuk dalam hutan produksi.

Namun Menteri Kehutanan baru mengeluarkan surat Ijin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH) secara resmi pada tahun 1996, melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 98/Kpts-II/1996, tentang pelepasan sebagian kawasan hutan yang terletak di lokasi tersebut, seluas 5000 Ha untuk usaha Budidaya perkebunan kelapa sawit atas nama PT Pasangkayu (Astra Group).

Kawasan hutan yang dapat dilepaskan adalah seluas 5008 hektar, terdiri dari : 3.263 dan seluas 1745 hektar. Peraturan Menteri Kehutanan tersebut juga mengatur hal-hal yang tidak termasuk yang dilepaskan diantaranya Lahan yang telah menjadi hak milik, perkampungan, tegalan, persawahan atau telah diduduki dan digarap pihak ketiga, maka lahan tersebut tidak termasuk yang dilepaskan.

Rakyat menuntut sesuai dengan surat keputusan Menteri Kehutanan seperti tersebut dimuka, faktanya terdapat lahan yang sudah dikelola oleh masyarakat setempat. Lahan tersebut ditanami sagu, coklat, jeruk, pisang dan padi ladang serta tanaman lainnya yang menjadi sumber penghidupan.

Sehingga dengan demikian seharusnya lahan ini tidak termasuk yang dilepaskan, sesuai dimaksud dalam pasal peraturan menteri kehutanan tersebut. Namun faktanya PT Pasang Kayu mengabaikan aturan dan melawan hukum khususnya Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana disebut dimuka.

Pasalnya, PT Pasangkayu tetap menggarap lahan yang dikecualikan. Dapat dikatakan PT Pasangkayu telah merampas dengan tidak sah lahan milik masyarakat untuk dijadikan lahan budidaya kebun kelapa sawit.

Masyarakat sangat dirugikan, karena kehilangan lahan yang telah digarap sebagai mata pencaharian mereka sejak bertahun-tahun sebelumnya. Akhirnya masyarakat melakukaan perlawanan untuk mendapatkan haknya kembali.

Perlawanan itu terjadi sejak tahun 1990, sejak lahan mereka diambil alih secara paksa (dirampas). Sungguh aneh, meskipun ijin IPKH PT Pasangkayu baru keluar tahun 1996, namun pengambil alihan lahan untuk budidaya kelapa sawit sudah dilakukan sejak tahun 1990.

“PT Pasangkayu melanggar hukum berdasarkan kronologis diatas, bila dianalisa secara sederhana saja, PT Pasangkayu secara nyata dan terang terangan melakukan perbuatan melawan hukum. Karena mengambil lahan atau wilayah kelola milik masyarakat, yang tidak termasuk dalam wilayah yang diijinkan untuk pelepasan kawasan hutan. Di lapangan PT Pasangkayu mengelola hampir 11.000 Hektar. Sedangkan yang di lepaskan hanya 5.008 Hektar.” Uungkap Dedi Lasandindi  Altivis Masyarakat.(8/11/2024)

Konflik antara Masyarakat dan anak perusahaan PT Astra agro lestari terus bergilir. Segala upaya dan mekanisme telah di lakukan oleh masyarakat untuk mendapatkan Wilayah kelolanya. Termasuk mendesak PT Astra agro lestari melalui buyer CPO.

Seiring perkembangan zaman, Masyarakat membutuhkan ruang-ruang penghidupan baru atau membutuhkan lahan untuk kelangsungan kehidupan. Berdasarkan data yang amat kuat bahwa di duga kuat Pihak korporasi seperti PT Pasangkayu, PT Mamuang dan PT Letawa mengelola melebihi konsesi yang telah diberikan pemerintah

” Serta tidak ada persetujuan awal dari masyarakat ketika awal masuk di daerah Pasangkayu (FPIC). Tuntutan Wilayah kelola rakyat ribuan Hektar jumlahnya. Dengan rincian PT Pasangkayu harus mengembalikan 748 Hektar atau sekurang-kurangnya 10% di luar HGU.” Pungkas Dedi

 

Sumber : Aktivis dan Serikat petani Kabupaten Pasangkayu.

Redaksi : Rakhmat sugianto.S,H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *